Kamis, 19 November 2009

Keadilan yang Ambigu

Ada satu artikel yang menarik perhatian saya saat membaca Republika hari ini yakni Kisah Pencurian Kakao oleh nenek Minah. Kisah tersebut menunjukkan potongan2 kecil dari keadilan yang ambigu dala negeri ini. Kisah ini mungkin hanyak debu bagi sebagian orang tapi bagi sang Tersangka yakni Nenek Minah hal ini merupakan kisah yang tidak akan terlupakan baik bagi dirinya maupun keluarganya tentang arti keadilan. Berikut kisahnya

2 Agustus musim Panen Kedelai telah tiba, seperti biasa Nenek Minah ikut memanen di lahan garapannya di dusun sidoharjo, Desa darmakradenan, Kec. Ajibarang, Kab Banyumas. Lahan yang nenek minah garap merupakan lahan yang sedang dikelola PT RSA. untuk tanaman Kakao.Di sanalah kekhilafan nenek Minah terjadi saat beliau melihat tiga buah kakao yang sudah ranum( berwarna kuning kemerah2an) dan siap di petik. Nenek Minah tergoda untuk mengambil ketiga buah Kakao tersebut dengan niat bijinya akan ditanam kembali di kebun miliknya. Setelah Ketiga buah tersebut dipetik oleh Nenek Minah, beliau kembali memanen kedelai.

Sialnya aksi Nenek Minah tersebut dilihat oleh 2 mandor perkebunan PT RSA, Tdan R Mereka melihat tiga buah kakao tergeletak diatas tanah dan didekat sana ada nenek minah yang sedang memanen kedelai sendirian. Kecurigaan pun muncul kepada Nenek Minah dan salah seorang mandor bertanya " Yang memetik buah kakao ini siapa? Nenek Minah dengan jujurnya berkata "Saya", dan salah seorang mandor itu kembali bertanya " Buah itu digunakan untuk apa?" Kemudian Nenek Minah kembali menjawab dengan jujur " Bijinya akan disemai kemudian setelah tumbuh akan ditanam di kebunnya" Tapi jawaban Nenek Minah tersebut membuat salah seorang mandor merasa harus menceramahi Nenek Minah untuk tidak mengulang perbuatannya lagi yakni mencuri. Nenek Minah, yang rupanya mengenal mandor tersebut, meminta maaf karena sudah mencuri dan mengembalikan buah kakao tersebut kepada kedua mandor.

Masalah yang sepertinya sudah selesai dengan baik kemudian muncul sebagai suatu kasus yang menyulitkan Nenek Minah karena seminggu kemudian Nenek Minah mendapat panggilan pemeriksaaan dari Polsek Ajibarang. Di kantor polisi ini Nenek Minah bercerita bahwa beliau diperiksa macam2 yang intinya dituduh melakukan pencurian. Nenek Minah membubuhkan cap jempol pada BAP( Berkas Acara Pemeriksaan) karena beliau tidak bisa tanda-tangan. Padahal membaca aja tidak bisa tapi Nenek Minah tetap harus menjalai proses yang sama sekali tidak dimengerti oleh beliau.

Proses melelahkan bagi seorang nenek berumur 55 tahun tidak selesai sampai disitu, Nenek Minah harus menjalani pemeriksaan di kejaksaan negeri Purwokerto. Nenek Minah mengatakan bahwa disana Bu Jaksa meminta beliau tidak usah membantah agar prosesnya berjalan cepat dan karena Nenek Minah tidak mengerti apa-apa maka beliau mengikuti saja dengan niat agar cepat selesai.

Proses Selanjutnya, Nenek Minah harus berhadapan dengan pengadilan tanpa didampingi pengacara. Nenek Minah didakwa dengan ancaman hukuman dibawah 5 tahun sehingga tidak wajib didampingi pengacara. Sang Nenek pun berkata polosnya " Pengacara itu apa Mas? Wah saya tidak tahu apapa soal itu" ketika ditanya oleh Humas PN Purwokerto mengenai perihal kemungkinan didampingi pengacara.

Nenek Minah dikenakan tahanan rumah selama masa pemeriksaan di kepolisian, kejaksaan hingga menjalani persidangan dari tanggal 13 Oktober sampai 1 November. Beliau tidak pernah satu malam menjalani masa tahanan, yang kini status tahanan itu sudah selesai karena tak ada perpanjangan lagi.

Proses Birokrasi tersebut sangat melelahkan Nenek Minah, yang harus bolak-balik rumah ke kantor kejaksaan & pengadilan sejauh 40 km, dan kondisi kesehatan Nenek Minah pun drop akibat kelelahan fisik dan pikiran karena takut dijatuhi hukuman penjara.

Anak Sulung dari Nenek Minah berharap persidangan dilakukan dengan memakai hati nurani karena memang nilai kerugian yang diderita oleh PT RSA tersebut tidak seberapa. Harga Kakao seberat 3 Kg tersebut menimbulkan kerugian sebesar Rp.30 rb. FYI, dalam kondisi pasar yg normal kakao kering dihargai Rp.17 rb/kg di pasaran sementara Kakao basah hanya dihargai Rp 3.500/kg. Anak Sulung Nenek Minah menambahkan, " Yang dipetik ibu saya hanya 3 buah kakao, kalau diambil bijinya paling tidak sampai setengah kilogram kakao basah atau sebesar Rp 500/biji" Hal tersebut terjadi karena pada bulan Agustus harga biji kakao sedang anjlok , Kakao kering cuma dihargai Rp.7000/kg sementara Kakao Basah Rp.1500/kg.

Kasus Nenek Minah masih diperiksa dalam pengadilan, hingga kemarin, kasus tersebut sudah masuk Pengadilan Negeri Purwoerto dan pada Kamis ini, 18-11-2009, sidang kasus Nenek Minah akan kembali digelar dengan agenda pembacaan pledoi sekaligus pengambilan keputusan oleh Majelis Hukum.

Permintaaf Maaf dan Pengembalian Kakao yang dicuri Nenek Minah nampaknya tidak menghalangi keadilan untuk memproses secara hukum padahal hukuman yang pada dasarnya memberikan efek jera bagi pelaku rasanya sudah dimengerti dan dirasakan oleh Nenek Minah. Nenek Minah dan anaknya hanya beharap "keajaiban" akan terjadi dalam dunia keadilan yang katanya tidak memakai nurani.

Mari Siapapun yang membaca artikel ini baik dari Republika atau dari Blog saya berdoa akan terwujudnya neraca keadilan bukan dari manusia tapi dari Tuhan.

Ar Rahman ayat 9
" Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah mengurangi neraca itu"

Ar Rahman ayat 60
" Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula"

amin....

Tidak ada komentar: