Jumat, 19 Februari 2010

Metode Pengajaran Berbagai Guru

Metode agar “siswa betah belajar”
Ernawati punya cara agar anak didiknya menyenangi materi yang ia ajarkan, bertahan di kelas dan menerima pelajaran dengan tidak terpaksa. “Kami menerapkan best practice (pengalaman terbaik)” ucap guru biologi Sekolah Menengah Pertama Negeri(SMPN) 6 Surabaya. Metode ini menggabungkan antara teori dan praktik bukan sekedar doktrinisasi teori semata jadi adanya pengembangan pikiran bagi para siswa. Cara lama yakni guru berbicara didepan kelas dan murid mendengarkan sudah tak efektif.

Saat Pelajaran Biologi, Erna mengajak siswa ke taman dan membuat kelompok-kelompok kecil. Masing-masing kelompok merancang penelitian photosynthesis. Hasilnya di diskusikan dan dibandingkan dengan teori yang ada. Dengan metode ini, para siswa akan menemukan hal-hal baru yang kemudian didiskusikan didalam kelompok, hasilnya dicatat dan ditarik kesimpulan, kemudian dibandingkan dengan teori yang ada dalam buku. Metode ini menggeser metode “HAFALAN” memang disadari tidak mampu mengembangkan diri siswa karena hanya sebatas “hafal” bukan “paham”. Selain best practice, rupanya Ernawati membiasakan agar siswa mencintai tanaman dan memelihara lingkungan agar tetap hijau sehingga menghasilkan udara yang bersih.

Seraya dengan ernawati, Pudjati , guru PPKN di sekolah yang sama, menerapkan metode-metode baru pada siswa kelas delapan dan sembilannya. Beliau menggunakan metode diskusi kelompok kceil, reading gate dan kartu sortir. Siswa dibagi dalam kelompok kecil kemudian diminta membaca salah satu materi dalam buku. Buku tersebut kemudian diambil dan siswa diberi kartu sortir. Setelah setiap kelompok mendapatkan kartu sortir, guru memberikan pertanyaan seputar materi yang dibaca dibuku. Siswa menjawab melalui kartu-kartu yang dibagikan. Jawaban yang paling tepat dinyatakan sebagai pemenang. “Saat kelompok A membacakan jawaban dan ternyata jawabannya dibantah oleh kelompok B dengan jawaban akurat, maka kelompok B dinyatakan sebagai pemenangnya. Dalam Metode ini siswa diajak untuk berani mengutarakan pendapat hasil dari diskusi kelompok dan belajar memahami perbedaan pendapat.

Sementara itu di SMP Negeri 12 Surabaya, seorang guru seni music dan tari bernama Yuli Setyowati menerapkan metode learning together. Di dalam kelas, beliau meminta siswanya mengapresiasi sebuah tarian terutama tarian setempat ; Tari Remo bukan sekadar menghafalnya. Siswa selalu diminta untuk mengapresiasi, Keunikan tari itu darimana? Bagimana tata busana,tata rias,gerakan dan musiknya. Siswa bebas berpendapat dan berdiskusi. Guru tidak hanya menilai hasil tapi juga menghargai proses. Peran Guru tetap dominan tapi siswa justru terkesan belajar mandiri sehingga memahami karakter sebuat tarian. Menurut salah seorang murid, metode ini membuat dirinya memahami makna sebuah tarian. Di akhir semester, para siswa diminta untuk membuat sebuah tari kreasi mereka sendiri disertai dengan penjelasan makna tiap gerakan.

Makna apa yang dapat kita tarik dari berbagai metode ini?
1. Belajar itu adalah sebuah kesenangan bukan sebuah momok yang membuat stress. Doktrinisasi tanpa mengembangkan pikiran murid seperti kenapa ini harus begitu kenapa klo melakukan ini hasilnya itu atau singkatnya tidak diberikan alasan kenapa harus mempelajari sesuatu(makna) maka pembelajaran hanya sebatas teori,hafalan dan nilai yang dalam beberapa waktu bakal hilang seiring semakin tingginya tingkat pendidikan.

2. Guru dan murid bukan hubungan satu arah yakni sebatas guru menjelaskan dan murid mendengarkan Tapi lebih kepada guru sebagai sumber informasi yang bergerak( tidak hanya didalam kelas tapi juga diluar kelas) dan murid sebagai pencari informasi yang aktif( berdiskusi dengan teman sejawat sehingga muncul pertanyaan)

3. Murid tidak dibedakan sebagai orang bodoh dan pintar namun semua murid diposisikan sebagai orang yang haus akan informasi yang didapat dari penggabungan teori dan praktik.

Referensi : Republika edisi Jumat 19 februari

Tidak ada komentar: