Jumat, 26 Februari 2010

Kisah Si Penjual Tahu

KOMPAS.com- Pak Mamat, begitu dia biasa disapa, adalah penjaja tahu goreng keliling yang sering berjualan di Stasiun Kota, Jakarta Barat. Pekerjaan ini dilakoninya sejak tahun 1982.
Pria berusia 64 tahun ini menjadi tukang tahu goreng keliling untuk menghidupi istri dan anak bungsunya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. "Anak saya enam dan sudah ada yang berkeluarga." ujarnya saat ditemui, Rabu (24/02/2010) kemain.

Pekerjaan ini dilakoninya setelah ia berhenti menjadi kuli panggul di Glodok. Profesi sebagai kuli panggul dijalaninya sejak tahun 1977-1982. Karena kondisi fisiknya sudah tidak kuat lagi, dia memutuskan berhenti menjadi kuli panggul.

"Kaki saya sudah sering sakit. Lebih baik jualan tahu, sehari jualan sehari istirahat." ungkapnya sambil menunjukkan kakinya yang sering sakit jika berjalan jauh. Pendapatan yang diperolehnya tidak pasti. Jualannya kadang habis, kadang sisa. Setiap hari dia membeli 300 potong tahu langsung dari pabrik di daerah Serpong. Kemudian dengan berbekal wajan dan kompor minyak, pria bertubuh kecil itu menumpang kereta untuk menjajakan dagangannya dari stasiun Serpong, stasiun Tanah Abang hingga Stasiun Kota.

"Kalau tidak habis (dagangannya), saya keliling lagi keluar dari stasiun Kota." ungkap pria yang kadang berjualan hingga pukul 01.00 dini hari. Demi mencari sesuap nasi, tubuh rentanya yang dibalut kemeja kusam pun harus rela hilir mudik sendirian menjajakan tahu. "Anak saya sudah bekerja semua dan sibuk urus keluarganya, jadi tak bisa bantu saya," kata warga Gunung Sindur, Serpong ini sambil kewalahan melayani pembeli.

Tidak ada komentar: